Kamis, 14 Juni 2012

SAAT BIDADARI KU PERGI

,
Asalamualaikum warahmatullaji wabarakattuh

SAAT BIDADARIKU PERGI


“Saya terima nikah saya dengan ukhti Hurul’ain Firdausi dengan mahar sekian dibayar tunai....,”

Semua menyaksikan dengan berlinangan air mata dan derai tawa, sekian diantaranya telah menyaksikan ia telah aku nikahi... Allah menjadi saksi diantara kami. “Barrokallohu laka wa barroka alaika wa jama’a bainakuma fii khairii..,” Kuterima lantunan doa dari berbagai pihak. Perempuan disampingku menangis haru. Aku belum mengenal pribadinya secara detail. Aku hanya tahu namanya, itu saja kuperoleh dari temanku. “Ia perempuan shaleha, insyaallah... rajin ngaji, dirumah subhanallah... selalu menundukkan padangan,” katanya waktu itu. Aku sangat berharap ia menjadi bidadariku hingga aku dapat mengetuk pintu firdausinya....

_o0o_

Senja kian memudar... ikatan malam kian erat hawa dingin merasuk pori-pori lenganku. Guyuran air wudlu melelapkan aku dalam perenungan. Baru saja berlalu para tamu undangan. Baru saja hilang suara berisik yang menjejali gendang telinga.
Kulangkahkan kakiku memasuki rumah yang kini menjadi rumah baruku. Terasa sangat asing. Seorang laki-laki berusia setengah abad yang kini menjadi ayahku menjelaskan padaku kamar mana yang kini akan menjadi kamarku. Kamar bersejarah untukku.... kuberanikan kakiku mengetuk pintu dan mengucap salam .... “Assalamu’alaikum,”
“Wa’alaikum salam warohmatulloh...,” suara lembut menggetarkan gendang telingaku, mengirimkan desir cinta ke hatiku. Tetes sejuk selaksa embun pagi mencium hatiku yang resah. Bidadariku yang baru saja aku nikahi itu membuka pintu, lalu mengajakku masuk kamar yang amat istimewa untukku.... jilbab anggun yang dipadukan gaun senada masih melekat di tubuhnya menanti sentuhanku tuk sempurnakan kesuciannya... sebagai istriku tentunya...

_o0o_

“Mas ...,” panggilnya lembut padaku... “Ii...iiya ukhti...,, eh maaf, iya Dek...,” jawabku gugup. Aku menyadari raut wajahku berubah 1800. Tapi aku tidak mampu berkata apa-apa. Aku hanya menatapnya. Ia tersenyum. Bidadariku sangat sempurna. Ia menundukkan pandangan. Aku sangat tolol untuk saat itu... aku tidak mengerti apa yang harus aku lakukan. Dalam diamku dan heningnya malam yang bicara, aku mengajaknya shalat jama’ah. Sesaat kami terlelap dalam kesatuan bersama Robbul Izzati.

Usai sudah kami larut dalam urusan masing-masing. Bidadariku melepas mukenanya dan melipat rapi sekali. Namun jilbabnya masih melekat anggun menutup aurotnya, menanti sentuhanku tuk yang pertama kali.

Allah Maha Cinta, Allah mengirimkan cinta-Nya untukku dan untuk bidadariku... Subhanallah.. Kami ibadah dalam kekusyukan.... kami sangat berharap Allah mengirimkan pahala dan rahmat-Nya untuk kami berdua.

_o0o_

“Allahu akbar... Allahu akbar....”

Subuh merayap menyadarkanku dari lelapnya Istirahat. Kubuka mata “Astagfirrullah!!” seru lidahku dengan bodohnya. Aku baru sadar disampingku ada perempuan yang kini menjadi Istriku. Kukumpulkan semua energiku untuk memenuhi paggilan Allah. Pelan kukecup perempuan itu hingga ia terbangun. Senyumnya kudapat dipagi yang dingin ini.

Aku membisikkan kata cinta dan memberitahunya kalau waktu telah subuh. Sunyi dan sepi yang semalam kami rasakan telah pecah. Kokok ayam jantan kian beradu. Kusempurnakan mandiku lalu kupenuhi panggilan Robb ku.

_o0o_

Renungan demi renungan, ajakan untuk bermuhasabah dan dorongan untuk menjadi yang terbaik selalu bidadariku kirimkan untukku... pesan cinta dan peringatan untuk shalat selalu aku dapatkan hampir di setiap jamnya melalui ponselku... aku sangat mencintainya karena keteguhan dalam agamanya.

“Ya Allah kekalkan cinta kami sampai kesurgamu.... Amin,” doaku di penghujung malam saat aku shalat lail. Selesai aku bermunajat aku menoleh kebelakang. Subhanallah bidadariku tengah bercinta dengan Robb nya, akupun menatapnya syahdu, hingga mata kami berpadu. Cahaya cinta mengalir ke urat-urat tubuhku melalui pembuluh nadiku....

_o0o_

Enam bulan mengantarkan aku dalam penantian, menanti sosok bidadari yang mungkin Allah amanahkan untuk aku dan Istriku. Tapi sampai saat ini aku belum menyadari adanya kehadiran bidadari yang kudamba. Dalam sujudku ku kirim doaku pada Robbulku. Tak lepas dalam heningnya malam, sejuknya pagi aku selalu berharap. Dengan berbekal untaian sabar dan keyakinan aku bertekad hanya Allah tempatku mengadu dan memohon pertolongan.

“Mas....,” panggil bidadariku disuatu siang yang hening. “Iya Dek...,” sahutku. Kini aku telah terbiasa memanggilnya ‘Dek’. Terbiasa hidup bersamanya dalam suka dan duka.

“Anna mau memberi tahu Mas,, tapi Mas jangan kaget, gugup atau semacamnya ya...,” pelan urai bidadariku. “Iya tuturkan, tafadol... insyaallah anna siap...,” sahutku lalu mendekatinya. Kugenggam erat tangannya... kasih sayang sebening cahaya mentari menyentuh sukma terdalamku.

“Anna hamil mas... 2 bulan... ini buktinya,” lembut kata istriku lalu menyerahkan selembar kertas berwarna biru muda. Mataku dengan jeli memandangnya. Jujur seumur hidupku baru kali ini aku memegang dan melihatnya. Pelan mataku menelusur ke tiap ruas huruf, istriku positif hamil.

“Alhamdulillahirrobil’alamin....,” seruku lalu tersungkur sujudku dalam spontan.
“Mas senang?” tanyanya. “Siapa yang tidak senang sayang... bila Allah mengkaruniai kita rezeki... Bapak mana yang tidak suka, kecuali Bapak yang tak bermoral,” kataku disertai senyuman. Aku terlarut dalam cinta Allah di heningnya malam, disemilirnya angin yang berhembus aku menatap istriku nan jelita.

_o0o_

Penantian demi penantian aku lewati. Dari minggu sampai ke bulan. Hingga melewati tri wulan pertama, aku mulai disibukkan dengan ritual-ritual ibu hamil, mulai sering muntah, nafsu makan menurun hingga menginginkan hal-hal yang aneh. Bidadariku sangat lemah sekali. Kecemasan membuncah tapi kupasrahkan pada Allah, selalu rajin aku mengajaknya konsultasi ke ahli gizi dan kebidanan. Subhanallah... dalam keadaan yang sedemikian bidadariku tetap konsekwen dengan shalatnya,, selalu tepat waktu,, sempat aku kagum dengan pribadinya.

Tiba-tiba handphone ku bergetar, message tone meraung merdu. Sebuah pesan dari bidadariku...
Adzan bergetar liukkan batin,, anugrah sempurna telah dapatkan,, karunia Rabbi itu idaman...,,
bergema sudah lantunan adzan,, letakkan pena penuhi panggilan,, Robb mu penguasa keadaan....
Shalat dzuhur dulu Mas... jamaah di masjid jangan lupa... (Adinda yang mencintaimu)
Aku tertawa kecil membaca tiap baris syair dari bidadariku... Ia tidak pernah lupa untuk bertanya “sudah shalat belum? Jamaah tidak?” kata-kata yang membuatku merindukannya di waktu aku bekerja. Itukah cinta???

_o0o_

Menekuri lembaran waktu yang penuh dengan rutinitas membuat raga kian tersiksa. Sesekali Allah menegurku dengan rasa sakit yang mendera. Tiba saatnya detik penantian berujung, detik yang dimana mulai saat itu aku dipanggil “Ayah” oleh si mulut mungil.

Gelisah dan resah kian mematuk hatiku, aku berjalan memutar-mutar di depan kamar bersalin... hanya Allah yang siap menerima lelehan air mataku... aku memasrahkan segala kemungkinan yang akan terjadi. Aku ridho jika Allah berkehendak untuk yang terbaik. Kakiku berjalan semau akalku. Kadang bersimpuh, bangkit lalu berjalan tak karuan.

“Keluarga Ibu Firda,” setengah tak percaya aku bangkit dan menjawab spontan. “Ya!”
“Alhamdulillah anak Bapak telah lahir... perempuan... cantik seperti ibunya,” kata dokter yang kusambut dengan dengan kakiku yang bersimpuh sujud syukur. Sekarang aku resmi menjadi ‘ayah’ dulu bidadariku memanggilku ‘Mas’ kini berganti gelar menjadi ‘ayah’. Tanggung jawabku semakin berat.

“Boleh saya lihat anak saya Dok?” kataku memberanikan diri. “Tentu saja bila saatnya telah tiba,, tetapi sebelumnya... kami segenap dokter yang membantu persalinan Ibu Firda, mohon maaf...,” sambung dokter itu bermata syahdu. “Maksud Dokter??” jawabku panik... aku teringat bidadariku... bagaimana nasibnya???
“Istri bapak dipanggil Allah... kami telah berusaha semaksimalnya... tetapi semua sudah di skenario oleh Allah sedemikian rupa... tangan kami tak mampu mencegahnya,” urai Dokter itu, lalu kusambut dengan duduk lunglaiku.... aku tak mampu berkata apa-apa. Hanya uraian air mata yang terus bicara... menjelaskan semuanya.

_o0o_

Aku bertekad harus kuat... tetapi sekuat-kuatnya manusia sepertiku masih ada Allah yang Maha Kuat. Aku sangat yakin Allah mempunyai cinta di setiap cobaan-Nya. Aku harus bisa menghadapinya!! Optimis dan yakin Allah membantuku adalah bekalku... masih ada bidadariku kecilku yang menanti kecupanku di hari selanjutnya... masih ada harapan di cerahnya sinar mentari sepanjang jalan di esok hari... “Ya Allah kuatkan aku...”

0 komentar to “SAAT BIDADARI KU PERGI”

Posting Komentar

 

Khumaira Perindu Surga-Mu Copyright © 2011 | Template design by ilmuini | Powered by Blogger